Tim Ekspedisi Susur Sesar Baribis, yang terdiri dari dua belas orang peneliti muda dari berbagai latar belakang keilmuan, telah diberangkatkan pada 13 Mei 2024. Tim ini nantinya akan menyusuri wilayah-wilayah di masa lalu mengalami kerusakan karena gempa yang diperkirakan karena pergerakan sesar aktif Baribis.
Data menyebutkan bahwa Sesar Baribis adalah sesar aktif yang membentang dari timur hingga barat pulau Jawa. Sesar Baribis merupakan sesar terpanjang di Pulau Jawa. Sesar ini melintasi selatan Indramayu[1], sisi barat Subang dan Purwakarta, Karawang, Cibatu (Bekasi), Depok, Jakarta hingga Tangerang dan Rangkasbitung. Keberadaan Sesar ini masih menjadi dugaan bahkan disebut-sebut sebagai ancamanbesar bagi Jakarta.
Sesar ini membentang sepanjang 25 Km di Jakarta Selatan. Sesar ini bertanggung jawab atas gempa bumi pada tahun1834 di Bogor dengan kekuatan 7.0 Mw yang menyebabkan kehancuran massal di sekitarnya. Sesar ini kembali bergeser pada tahun 1862 dan menyebabkan gempa bumi berkekuatan 6.5 Mw di Kabupaten Karawang.
Sebagai negara yang letak geologis nya berada di wilayah ring of fire yang sangat rawan bencana, Indonesia dipandang belum memaksimalkan daya ingat kolektif dan pengetahuan lokal sebagai salah satu bentuk untuk upaya pengurangan risiko bencana. Pengetahuan tak tertulis menjadi kearifan lokal masyarakat, hanya berupa legenda, cerita mulut ke mulut, syair lokal, tembang/kidung, dll.
Atas dasar inilah, Skala Indonesia bersama Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG-UI), Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) didukung oleh USAID-KUAT menggelar penyusuran ini dengan misi riset mitigasi bencana yang diberi nama Ekspedisi Susur Sesar Baribis ke wilayah Jawa Barat diantaranya Bekasi, Purwakarta, Sumedang, Majalengka, Subang, Bogor dan Depok.
“Penyusuran melalui kegiatan ini Ekspedisi ini sangat penting, karena literasi tentang sejarah bencana di Indonesia itu tersebar di berbagai wilayah baik dalam bentuk tradisi lisan maupun tertulis, melalui naskah-naskah kuno. Dan masih sangat sedikit informasi tentang sejarah bencana di Indonesia, yang ditelusuri melalui tradisi lisan dan juga tradisi tulis melalui berbagai naskah kuno yang ada. Apalagi terkait dengan ancaman di Jakarta, yang ditengarai akibat pergerakan sesar Baribis, masih sangat terbatas informasinya.” Demikian menurut Trinirmalaningrum, Direktur Skala Indonesia.
Sementara itu USAID-KUAT mengekspresikan dukungannya bagi penyelenggaraan Ekspedisi Baribis. “USAID KUAT sangat mendukung kegiatan ini, dan senang bahwa ekspedisi ini akan menyusuri kawasan perkotaan maupun pedesaan yang dilewati oleh Sesar Baribis” jelas Bill Marsden, Project Director USAID KUAT-Miyamoto International. Marsden juga menambahkan, bahwa pada saat terjadi gempa besar merusak pada tahun 1834 yang diduga disebabkan oleh Sesar Baribis, penduduk Pulau Jawa masih jauh lebih kecil dibandingkan sekarang. Sayangnya hingga saat ini, dengan jumlah penduduk yang semakin tinggi dan padat terutama di kawasan perkotaan, kebanyakan pembangunan rumah masih belum memperhatikan aspek ketahanan gempa. Akibatnya, kerusakan dan kerugian acapkali timbul walaupun guncangan gempa kecil. Sehingga, apabila gempa akibat Sesar Baribis terjadi, dampak dan kerugian yang timbul bisa sangat signifikan.
“Oleh karena itu, Ekspedisi Baribis sangat penting untuk mengetahui jejak bencana gempa di masa lalu, membantu menyusun strategi mitigasi di masa kini, dan juga meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang langkah sederhana yang bisa dilakukan untuk lebih tangguh dalam menghadapi gempa”, ujar Marsden lagi.
Penanggung Jawab Tim Ekspedisi Susur Sesar Baribis, Trinirmala Ningrum, menjelaskan, sesar Baribis dipilih karena masih sangat minim literasi yang menceritakan tentang sesar tersebut. Berdasarkan beberapa catatan masyarakat di wilayah-wilayah yang nantinya dilalui oleh tim ekspedisi ini pernah mengalami kerusakan karena gempa, misalnya di wilayah desa Nunuk, Majalengka, mereka masih melakukan berbagai upacara adat, pasca gempa terjadi, hal ini merupakan indikasi awal yang perlu diteliti ulang, misalnya, bagaimana ingatan kolektif tersebut masih terus dipelihara.
“Tentu hasil penelitian ini nantinya akan diberikan kepada pemerintah setempat, sebagai bagian dan rujukan untuk membangun kesadaran masyarakat di wilayahnya,” ungkap Trinirmala. Harus diakui memang selama ini pendekatan yang kita lakukan adalah berdasarkan teknologi yang berkembang. Kita lupa hal yang terpenting adalah bagaimana meningkatkan literasi kepada masyarakat, terutama untuk usaha meminimalisasi jatuhnya korban jiwa akibat gempa dan tsunami,” tukas Trinirmala.
Ekspedisi Susur Sesar Baribis ini melibatkan 12 orang peneliti yang berlatar belakang Sejarah, Sosiologi, Antropologi dan Geologi. Nantinya tim peneliti tersebut akan melakukan risetnya di wilayah yang diperkirakan dilalui oleh sesar Baribis. Secara khusus tim juga akan menilai ketangguhan desa sesuai dengan Peraturan Kepala BNPB Nomor 1/2012 serta penilaian kota tangguh dengan menggunakan beberapa indikator yang ditetapkan oleh UNDRR – Badan PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana. Riset ini akan dilaksanakan pada bulan Mei.
Sedangkan, output dari ekspedisi, yakni akan membuat buku, artikel populer, video pendek dan film dokumenter. Yang mana, juga akan diikuti dengan seri diskusi publik tentang pengetahuan dan ancaman bencana. “Hasil dari ekspedisi ini nantinya akan kami advokasikan pada pemerintah agar dapat dijadikan pertimbangan dalam kebijakannya,” pungkasnya.